19 Sep 2011

Mengupas Masalah Produksi Garam di Pati

Garam merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Secara luas, garam dibutuhkan oleh manusia untuk konsumsi, pengasinan, pengawetan  dan bahan baku industri. Kebutuhan garam nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di Indonesia pembuatan garam terkonsentrasi di beberapa daerah saja diantaranya di Pulau Jawa dan Madura.
Kabupaten Pati merupakan salah satu sentra produsen garam di Jawa Tengah dengan luas  1.939 Ha dan rata-rata produksi yang masih sangat rendah antara 80 – 100 ton/Ha. Mengusahakan garam dilakukan masyarakat terutama di waktu musim kemarau (antara bulan Mei – Oktober). Pembuatan garam di tambak merupakan salah satu alternatif usaha yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi disbanding budidaya bandeng dan udang. Karena pada saat sekarang selisih keuntungan budidaya bandeng makin sedikit disebabkan ongkos produksi budidaya  ikan bandeng yang makin tinggi, terutama karena tingginya harga pakan ikan,  sedang harga jual ikan bandeng yang cenderung tetap. Sedangkan untuk budidaya udang windu maupun vanamei banyak yang mengalami kerugian karena matinya udang sehingga menyebabkan gagal  panen.
 Kapasitas produksi tambak garam di Pati sangat potensial untuk bisa ditingkatkan. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak kendala yang dihadapi di lapangan, seperti yang dikemukan oleh Bapak Menteri kelautan dan Perikanan di Majalah Sinar Tani edisi 2-8 Juni 2010.  Diantara berbagai kendala tersebut, yang paling utama dirasakan di Kabupaten Pati adalah kurang berfungsinya prasarana infrastruktur untuk produksi garam dan lemahnya posisi tawar petambak garam.
            Infrastruktur Jaringan irigasi tambak yang ada di sentra-sentra produksi garam keadaannya sekarang sangat memprihatinkan. Pendangkalan yang terjadi pada jaringan irigasi sungai saat ini sangat parah, yang menyebabkan tidak lancarnya aliran air dari laut menuju ke tambak – tambak garam. Sehingga menyebabkan produksi garam menjadi tidak optimal. Seringkali masalah air sungai ini juga menimbulkan konflik antar petambak garam, walaupun sudah ada gerakan gotong royong untuk melakukan pendalaman air sungai. Tetapi hal ini kurang berhasil karena pengerukannya yang dilakukan secara manual dengan tenaga manusia tidak terlalu dalam,  sedangkan kecepatan pendangkalannya berlangsung sedemikian cepatnya.
Mengatasi masalah diatas, pembenahan jaringan irigasi tambak secara sistematis sangat diperlukan. Pembenahan secara sistematis ini meliputi pengerukan aliran sungai dengan menggunakan alat-alat berat serta pemeliharaannya dengan menggunakan perahu pengaduk Lumpur. Hal ini   dilakukan supaya setelah dilakukan pengerukan,  saluran sungai tidak cepat mengalami pendangkalan karena lumpur akan diaduk dengan menggunakan  perahu ini. Sehingga sewaktu terjadi air pasang, lumpur akan terbawa kembali ke laut. Perlu juga diperhatikan dalam perencanaan pelaksanaan pengerukan haruslah juga dirancang dengan cermat. Karena kadangkala jadwal waktu proses lelang dalam menentukan pemborong yang melakukan pekerjaan pengerukan tidak tepat dan berlarut – larut. Menyebabkan pelaksanaan pengerukan dilakukan setelah musim kemarau selesai, yang tentu saja hal ini tidak memberi manfaat bagi petambak garam.
Masalah rendahnya posisi tawar petambak garam dihadapan pedagang pengepul terutama saat panen raya juga perlu mendapat perhatian yang serius. Harga garam ditentukan secara sepihak oleh pedagang pengepul. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi petambak garam. Biasanya petambak garam karena terdesak oleh kebutuhan atau karena tidak mempunyai gudang penyimpanan garam,  akhirnya mau tidak mau harus menjual garamnya walaupun dengan harga yang sangat tidak menguntungkan. Hal ini sudah menjadi semacam kebiasaan yang terjadi di tingkat lapangan. Sehingga margin keuntungan petambak garam menjadi beerkurang yang nantinya juga akan berdampak kepada buruh yang mengerjakan pembuatan garam.
Mengatasi hal ini, adanya jaminan standar harga dari pemerintah melalui suatu lembaga yang dibentuk pemerintah (seperti BULOG) sangat diimpikan oleh petambak garam. Dengan adanya jaminan harga seperti tersebut akan memberikan kepastian harga. Tetapi hal ini kiranya mungkin pelaksanaannya sulit diterapkan dilapangan karena terkendala dengan berbagai masalah. Pembuatan gudang penyimpanan garam merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah harga. Perlu dipikirkan oleh pembuat kebijakan untuk membuat suatu gudang penyimpanan yang bisa difungsikan untuk menyimpan garam petambak sewaktu panen raya. Gudang ini penggunaannya nantinya bisa menggunakan suatu sistem yang diatur sedemikian rupa sehingga nantinya akan memberi manfaat bagi petambak garam. serta pihak pemerintah selaku pemilik gudang. Alternatif lain untuk menjaga nilai jual harga garam dari petambak, dengan cara adanya kontrak penjualan garam dalam jangka tertentu ke perusahaan yang membutuhkan garam. Dalam hal ini pemerintah memberi bimbingan kepada petambak garam untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan tersebut. Adanya kerjasama ini tentunya akan memacu petambka garam untuk membuat garam yang berkualitas sesuai dengan permintaan dari pihak perusahaan. Sehingga petambak garam yang selama ini hanya membuat garam dengan kualitas yang rendah (KP 3/ non KP) akan berpacu membuat garam yang berkualitas baik sesuai yang diinginkan perusahaan (minimal KP2).
            Selain hal diatas  perlu dibentuk adanya kelembagaan kelompok ditingkat petambak garam. Kelembagaan kelompok petambak garam akan bisa dijadikan sebagai suatu wadah kerjasama, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta dapat merubah sikap petambak garam untuk berkembang menjadi mandiri. Pengikutsertaan penyuluh di lapangan sangatlah diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut. Pendampingan kelompok petambak garam yang secara berkelanjutan dengan dibimbing dan  didampingi oleh penyuluh akan membuat perkembangan kelompok akan betul-betul terarah dan bermanfaat bagi para anggotanya. Kelompok petambak garam dapat dimotivasi dan digerakkan oleh penyuluh untuk melakukan pemeliharaan saluran irigasi tambak secara gotong royong dan swadaya. Bila keadaan air laut di saluran sungai terbatas, bisa dilakukan sistem pembagian air laut dari sungai ke tambak secara bergiliran.   Dengan suatu keputusan yang sebelumnya dimusyawarahkan terlebih dahulu di dalam kelompok. Penguatan kelebagaan juga ditingkatkan dengan pembuatan anggaran dasar/anggaran rumah tangga kelompok maupun suatu sistem pembuatan administrasi (umum maupun keuangan) kelompok yang baik dan teratur. Sehingga akhirnya kelompok  petambak garam menjadi kelompok yang mandiri, mempunyai posisi yang kuat serta dapat mensejahterakan anggotanya.
           Semoga dalam pelaksanaan program-program dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah daerah, nantinya betul betul mampu mengatasi berbagai persoalan yang menimpa petambak garam sehingga bermanfaat bagi peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petambak garam. Diharapkan nantinya akan dapat mengurangi angka kemiskinan di wilayah penghasil garam dan wilayah sekitar penghasil garam. Karena selama ini pekerja garam di Kabupaten Pati terutama di Kec. Batangan kebanyakan bukan dari desa penghasil garam tapi dari orang desa luar. Dimana mereka sebetulnya merupakan petani sawah, tapi karena pada musim kemarau tidak bisa mengerjakan sawah akhirnya menjadi buruh pembuat garam. Jangan sampai program-program ini cuma menjadi slogan diatas sedangkan perwujudan di tingkat pelaku usaha kurang tersentuh. Karena itu diharapkan dalam pelaksanaan program  betul-betul mengikut sertakan semua pihak yang berkepentingan dalam usaha garam  ini  sehingga akan dapat dikenali akar permasalahan yang sebenarnya serta pemecahan masalahnya