29 Jan 2013

Mengapa Antibiotic dilarang untuk budidaya ikan?




Budidaya peraiaran khususnya udang merupakan salah satu andalan ekspor dan dibudidayakan secara meluas oleh petambak di seluruh Indonesia. Tetapi kadangkala hasil dari udang Indonesia mendapat hambatan untuk bisa masuk ke pasar Amerika Serikat, Canada serta negara-negara Eropa. Hambatan ini, menurut mereka karena adanya bahan-bahan yang berbahaya yang digunakan dalam proses produksi serta adannya perusakan lingkungan untuk digunakan sebagai tambak budidaya udang. Dibawah ini merupakan tulisan mengenai bahayanya mengkonsumsi produk budidaya perikanan menurut salah satu lembaga swadaya masyarakat disana yang coba telah saya terjemahkan. Dengan mengetahui alur pikiran mereka, paling tidak bisa kita gunakan pengetahuan untuk menghindari penggunaan produk yang mereka tentang untuk proses produksi budidaya udang.

Penggunaan antibiotic dalam budidaya udang dan bagaimana pengaruhnya untuk kesehatanmu
Perhatian utama untuk orang yang makan udang tambak terutama sekali yang mengkonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama adalah penggunaan antibiotic untuk mencegah dan menghilangkan bakteri,   kondisi ini umun terjadi di dalam tambak udang (lihat grafik 1, halaman 15) agen kimia ini digunakan di tambak dicampurkan ke air dan tambak untuk mengontrol virus, bakteri , jamur dan pathogen lainnya;Untuk merangsang pertumbuhan plankton (pupuk dan mineral); dan untuk Menumbuhkan larva udang di tambak. Bahan kimiawi ini termasuk ; therapautant  (antibiotik), Berbagai jenis pestisida untuk ganggang dan pestisida, disinfektan, deterjen dan bahan cair lainnya dan perlakuan kimiawi untuk tanah. Semuanya itu digunakan dalam jumlah yang sangat banyak oleh industri aqucultur dunia1.
 Dalam satu decade terakhir berbagai penyakit menghancurkan seluruh  industri udang di seluruh  Negara yang memproduksinya bahkan tanpa panen sama sekali. Salah satu perusak yang paling terkenal adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV)  dimana penyakit ini telah menyebar secara luas,yang menyebabkan tingkat kematian sangat tinggi dibanyak spesies udang atau crustacean  lainnya2.Gejala penyakit ini ditandai dengan bercak putih di badan dan akan menghancurkan badan,  yang terjadi paling cepat 10 hari, ini membuat hasil panen tidak bisa dipasarkan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat banyak. Pemrosesan udang yang tidak sesuai aturan, penggunaan dan pembuangan udang impor yang terkena infeksi, atau penggunaan larva udang yang terkontaminasi telah menyebabkan tingkat penyebaran WSSV dari zona endemic ke alam dan panti pembenihan di seluruh dunia3. WSSV dapat terus hidup di pembekuan dan konsekuensinya akan dapat tetap hidup dalam alat pendingin di pasar.Hasil dari investigasi udang yang dijual di supermarket, yang dipublikasikan di Boston pada januari 2002 memberikan bukti-bukti pendahuluan bahwa dalam jumlah yang besar (4,7%) udang di pasaran membawa WSSV4. Ilmuwan menyimpulkan bahwa virus dapat menyebar kepada lingkungan alami lokal, yang bisa membuat suatu resiko substansiil. Walaupun masih, belum ada bukti bahwa ada suatu varian WSSV di manusia. Dampak potensial atas kesehatan masyarakat memerlukan penyelidikan lebih lanjut . Di dalam usaha untuk melindungi udang mereka dari efek WSSV dan pathogens lain, petambak udang di seluruh dunia berbalik kepada bahan kimia dan industri farmasi, walaupun itu hampir mustahil untuk mengendalikan WSSV selain dari dengan memanen seluruh udang yang terkena infeksi5 . Disana ada sedikit batasan pada pemakaian bahan kimia di dalam budidaya udang di negara-negara di mana udang dibudidayakan dan banyak zat antibiotic secara luas tersedia dari bahan kimia dan  para penyalur farmasi.
Amerika Serikat menetapkan peraturan secara keras dan tegas, membatasi penggunaan zat antibiotik di dalam budidaya udang dan membaginya menjadi 3 bagian obat-obatan : oxytetracycline,sulfamerazine, dan suatu kombinasi obat yang berisi sulfadimethozine dan ormetoprim. Inang zat antibiotic dengan luas digunakan dalam aquaculture untuk merangsang pertumbuhan dan untuk mengurangi timbulnya dan efek penyakit yang disebabkan oleh kepadatan yang tinggi , kondisi-kondisi di dalam tambak , tidak sama dengan kondisi-kondisi yang ditemukan dipeternakan ayam di mana zat antibiotk adalah juga biasa digunakan. Semakin banyak zat antibiotic digunakan, bagaimanapun juga, semakin cepat kekebalan bakteri berkembang, dan masalah ini sedang mencapai bagian krisis hari ini. Ketika . seperti tingkat ketahanan berkembang , pertumbuhan bakteri tidak lagi bisa dicegah dengan zat antibiotic dan dengan begitu zat antibiotic adalah tidak lagi mampu untuk perlakukan atau mengobati penyakit itu.
Terus meningkatnya bakteri  menjadi lebih bersifat kebal tidak hanya bagi satu zat antibiotic , tetapi banyak zat antibiotic, membuatnya lebih sukar untuk menyerang bakteri yang menyebabkan macam-macam penyakit di dalam manusia. FDA menyetujui  kekebalan zat antibiotic itu telah menjadi suatu peningkatan masalah. " mikroba yang menyebakan penyakit sudah menjadi bersifat kebal terhadap  obat  therapy adalah suatu peningkatan masalah kesehatan masyarakat. TBC , Kencing nanah, Malaria, dan infeksi  telinga anak-anak adalah beberapa penyakit dimana Chloramphenicol sudah menjadi susah digunakan untuk pengobatan sebagai obat antibiotic6. tidak hanya permasalahan peningkatan daya tahan terhadap zat antibiotic, tetapi bakteri yang sifatnya merugikan  bisa berpotensi memindahkan gen kekebalan bagi bakteri lain di dalam apa yang   dinamakan , " horizontal gene transfer." Bakteri ini dapat juga ditransfer antara dan diantara binatang dan manusia7 . Sebagai contoh, di Amerika Serikat, Gen yang bersifat kebal terhadap zat antibiotic tetracycline telah ditemukan didalam bakteri di lahan dan saluran air bawah permukaan ke arah muara dari dua fasilitas babi di Illionis yang menggunakan zat antibiotic sebagai pemacu pertumbuhan. Penemuan yang menunjukkan potensi untuk penyebaran organisma yang bersifat merugikan kembali ke rantai makanan binatang dan manusia8.
Zat antibiotic digolongkan menurut bagaimana mereka menyerang sel bakteri yang menjadi target  mereka. Di antara kelas zat antibiotic yang kuat yang telah secara luas digunakan dalam budidaya udang adalah untuk menghalangi sintese protein di dalam sel pathogens, seperti nitrofurans, phenicols, dan tetracyclines. Yang lain secara luas menggunakan kelas antibiotics, quinolones, mengganggu replikasi DNA dan memperbaiki sel bakteri. Tetracyclines, terutama oxytetracycline, dan quinolones, mencakup asam oxolinic dan flumequine, adalah di antara zat antibiotic yang paling umum digunakan di dalam tambak udang. Ketika kejadian terkena penyakit telah sangat parah, bagaimanapun juga , petambak udang berbalik menggunakan zat antibiotic yang lebih kuat,  phenicols dan nitrofurans.
FDA melarang chloramphenicol yang sifat antibioticnya sangat kuat dan  berpotensi beracun ( salah satu dari phenicols) di tahun 1989 oleh karena resiko pengembangan kekuatan antibiotic dalam melawan penyakit pada manusia 9 dan suatu hubungan dengan sesuatu yang jarang dan sering juga penyakit yang fatal, anemia aplastic. Chloramphenicol adalah sangat beracun bagi manusia, tetapi zat antibiotic digunakan untuk manusia hanya ketika situasi perawatan penyakit tidak ada obat lain yang effective10. Eropa, Jepang dan banyak lain negara-negara juga telah melarang  zat pembunuh antibiotic itu di dalam makanan, tetapi  masih mengijinkan untuk perawatan spesifik oleh dokter hewan. Nitrofurans juga berbahaya oleh karena potensi kandungan carcinogenic dan dilarang  untuk digunakan di makanan produksi binatang di EU dan US12.  Yang dilarang untuk mengkonsumsinya bagaimanapun juga , tidak berarti zat antibiotic yang berpotensi berbahaya dan kuat ini  digunakan di aquaculture negara-negara produsen. Walaupun pemerintah beberapa negara-negara di mana banyak terdapat tambak udang berbicara nyaring membatasi aplikasi langsungnya di dalam aquaculture, tetapi hal ini masih sering diterapkan secara tidak sah, atau secara tidak langsung yang diterapkan dengan  mencampurnya dengan makanan berbahan dasar tepung ikan yang diimport, yang meninggalkan residu kimia di dalam udang yang diekspor ke U.S. yang digunakan untuk konsumsi  manusia13.
Isu Zat antibiotic Udang pada tambak udang meledak di Eropa dan sesudah itu di Jepang, Canada, dan U.S. ketika, di  akhir-akhir 2001 dan ke dalam 2002, Pejabat makanan yang berwenang di UE mendeteksi tingkatan chloramphenicol yang tak dapat diterima dan nitrofurans di dalam udang yang diimport dari Negeri China, Vietnam, Indonesia, Thailand Dan India.14 Beberapa produsen udang dan eksportir berargumentasi bahwa pernyataan tanpa bukti itu tidaklah benar, bahwa produk yang dikirim  tidaklah diproduksi menggunakan obat  ini, atau bahwa sejumlah jejak yang ada dalam tingkat rendah itu lebih mungkin karena kontaminasi pencemaran lingkungan, dibandingkan  penggunaan obat  yang secara  gelap. Beberapa juga berargumentasi bahwa tingkatan sangat rendah tidak bersikap apapun  terhadap resiko ke konsumen, bertentangan dengan nol standard toleransi